Selasa, 22 November 2011

RESENSI ISLAMISASI ILMU

Gagasan Islamisasi Pengetahuan oleh Isma’il Raji Al Faruqi  Sebagai Solusi Problem Dikotomi Pendidikan di Dunia Islam
Judul              : Islamisasi Pengetahuan
Pengarang      : Isma’il Raji Al Faruqi
Penerjemah    : Anas Mahyuddin
Penerbit          : Pustaka
Tahun Terbit  : 1984
Tebal               : xvii + 143 hlm.
Cetakan          : I
            Isma’il Raji al-Faruqi (al-Faruqi) lahir pada tanggal 01 Januari 1921 di Jaffa Palestina. Ia memulai pendidikan dasarnya di madrasah, lalu melanjutkan ke tingkat menengah di College Des Preses; St. Yoseph, dengan bahasa pengantar Perancis pada tahun 1926-1936 M. Gelar sarjana muda dalam bidang filsafat diraihnya di American University, Beirut tahun 1941. Setelah selesai dan berhasil meraih gelar Bachelor of Arts, ia menjadi pegawai pemerintahan Palestina di bawah mandat Inggris selama empat (4) tahun. Oleh karena bakat kepemimpinannya yang menonjol, pada umur 24 tahun ia diangkat menjadi gubernur Galilea yang terakhir. Tahun 1949  al-Faruqi berimigrasi ke Amerika Serikat (AS) untuk melanjutkan studinya di Universitas Indiana. Di sana ia meraih gelar Master Filsafat, bahkan dua tahun berikutnya ia kembali meraih gelar Master Filsafat di Universitas Harvard. Pada tahun 1952, ia berhasil meraih gelar Ph.D. di bidang filsafat dengan disertasi berjudul On Justifying the God, Metaphysics and Epistemology of Value (Tentang Pembenaran Tuhan: Metafisika dan Epistemologi Nilai). Oleh karena merasa pengetahuan tentang Islam masih sangat kurang, al-Faruqi memutuskan pergi ke Mesir demi melanjutkan studi keislaman selama tiga (3) tahun di Pascasarjana Universitas Al-Azhar. Masa belajar al-Faruqi di pascasarjana bidang kajian Islam Universitas Al-Azhar, Mesir, adalah empat (4) tahun. Al-Faruqi mulai mengajar di McGill University Montreal Kanada pada tahun 1959; sementara secara intensif ia juga mempelajari ajaran Yudaisme dan Kristen. Pada 1961-1963 M. al-Faruqi pindah ke Karachi, Pakistan, untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan Central Institute for Islamic Research dan jurnalnya, Islamic Studies. Ketika kembali ke AS, al-Faruqi mengajar di School of Devinity, University of Chicago, lalu memulai program kajian Islam di Syracuse University, New York. Pada 1968 ia pindah ke Temple University Philadelphia sebagai guru besar agama-agama dan mendirikan Pusat Kajian Islam. Ia menetap di universitas ini sampai akhir hayatnya.
            Karya-karya al-Faruqi berupa buku antara lain: Christian Ethics; An Historical Atlas of the Religions of the World; Trialogue of Abrahamic Faiths; The Cultural Atlas of Islam yang dikarang bersama istrinya, Lamya’ Al-Faruqi; Atlas of Islamic Culture and Civilization; Islam and Culture; Islamization of Knowledge; Al-Tawhid: Its Implications for Thought and Life; The Hijrah: The Necessity of its Iqamat or Vergegenwartigung; The Essence of Religious Experience in Islam; Systematic and Historical Analysis of its Domonan Ideas; Essays in Islam and Comparative Studies.
            Sebelum gagasan Islamisasi Pengetahuan ini dipopulerkan oleh Isma’il Raji al Faruqi, sebelumnya wacana tersebut sudah digaungkan oleh Syed Naquib Allatas yang berasal dari Malaysia. Buku bandingan atau lawan dari isi buku ini juga telah ada yang ditulis oleh Kuntowijoyo yang lebih mengacu kepada pengilmuan Islam dengan bukunya Islam Sebagai Ilmu; Epistemologi, Metodologi dan Etika.
            Buku ini mencoba memberikan solusi terhadap dikotomi pendidikan Islam yang dialami sekarang dengan memberikan beberapa konsep-konsep tentang Islamisasi pengetahuan, langkah-langkah dalam mencapai Islamisasi pengetahuan serta alat-alat dan aturan-aturan untuk mengimplementasikannya lebih lanjut.
            Namun dari beberapa keunikan buku tersebut tentunya tidak luput dari kekurangan. Dalam mengungkapkan sebuah gagasan, buku ini tidak menuliskan contoh yang jelas ketika ilmu tersebut sudah diislamisasi sehingga gagasan tersebut agaknya sulit untuk diterima.
            Dari buku ini, Isma’il Raji Al Faruqi mencoba mengislamisasi ilmu atau pengetahuan yang sekarang ini bebas nilai agar berisi nilai-nilai Islam. Akan tetapi dari gagasan ini kemungkinan hanya akan diterima oleh ummat islam sedangkan kita hidup berdampingan dengan kaum beragama lain sehingga apakah gagasan ini hanya untuk ummat Islam? Apakah hal tersebut idak terlalu sempit? Dari judul buku tersebut yang merupakan gagasan yang diusung Isma’il Raji al Faruqi yaitu Islamisasi Pengetahuan, maka akan muncul pertanyaan apakah ada pengetahuan atau ilmu yang tidak islami? Kemudian dimana letak perbedaannya?
            Keadaan ummat Islam saat ini sedang mengalami masa kebobrokan yang ditandai dengan hilangnya nilai-nilai Islam dalam setiap sendi kehidupan ummat. Ummat Islam dipandang dunia sebagai ummat ‘yang sakit’, mereka mengatakan bahwa keburukan-keburukan itu disebabkan oleh agama Islam padahal Islam adalah agama yang integral, bermanfaat, dan mengakui keduniaan, dan realistis. Efek dari keadaan tersebut bisa dilihat disegi politik, ekonomi dan religio-kultural. Keadaan  pendidikan di dunia Islam saat ini mengalami dikotomi atau sekularisasi bisa juga disebut westernisasi atau de-islamisasi sehingga nilai-nilai Islam mulai lenyap ditambah pula hasil lulusan tersebut tidak mempunyai wawsan atau vision Islam sehingga ilmu yang mereka dapat tidak dapat berkembang, mereka hanya puas dengan gelar dan hasil pemikiran  yang dihasilkan oleh produk Barat. Untuk mencapai keunggulan harus mempunyai persepsi terhadap totalitas pengetahuan dibidang tersebut dan motivasi. Sehingga ia harus mempunyai cita-cita Islam untuk memajukan khazanah keilmuan Islam.
            Untuk memecahkan masalah ummat tentang pendidikan maka perlu adanya perubahan system pendidikan. Penghapusan sekularisasi atau dualisme pendidikan dengan memadukan atau menyatukan keduanya. System tersebut juga harus diisi dengan semangat dan cita-cita  Islam serta berfungsi sebagai sebuah bagian yang integral. Dalam hal ini juga perlu mempelajari kebudayaan Islam untuk mengetahui warisan ummat, pemahaman semangat ummat dan mengenal kebudayaannya. Selain itu tidak bisa ditinggalkan bahwa yang paling penting dari sebuah ilmu adalah ia tidak lepas dari nilai-nilai Islam atau bisa dikatakan sebagai islamisasi ilmu.
            Hasil system pendidikan saat ini tidak lepas dari metodologi-metodologi yang dipakai pada masa dulu. Diantara kekurangan metodologi tradisional yaitu yang pertama, karena adanya pelarangan terhadap segala inovasi dan mengemukakan ketaatan fanatic secara harfiah kepada syari’ah, di saat itulah mereka meninggalkan sumber utama kreativitas yang padahal mempunyai tempat yang disebut dengan ijtihad. Semenjak itu tertutuplah pintu ijtihad sehingga ummat Islam hanya terpaku kepada produk-produk fiqh dan tafsir yang dihasilkan pada zaman dahulu yang perlu dilihat relevansinya untuk masa sekarang. Kedua,  terjadi pertentangan antara wahyu dan akal, sehingga para filosof memisahkan antara wahyu dan akal itu merupakan awal adanya sekularisasi atau pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum. Ketiga, adanya pemisahan antara pemikiran dari aksi padahal hakikatnya pemikiran Islam berorientasi kepada realitas, keterpaduan antara pemikiran dengan tindakan dan kehidupan nyata. Sedangkan yang keempat, adanya dualisme cultural dan religious.
            Isma’il Raji al Faruqi menawarkan prinsip-prinsip pokok metodologi Islam diantaranya keesaan Allah,  kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan kesatuan pengetahuan, kesatuan hidup, serta kesatuan ummat manusia. Kemudian langkah yang diperlukan untuk mencapai Islamisasi pengetahuan: (a) Penguasaan disiplin ilmu modern. (b) Survey disiplin ilmu. (c) Penguasaan khazanah Islam. (d) Penguasaan khazanah ilmiah Islam tahap analisa. (e) Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin ilmu. (f) Penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern. (g) Penilaian Kritis terhadap khazanah Islam. (h) Survey permasalahan yang dihadapi ummat Islam. (i) Survey permasalahan yang dihadapi ummat manusia. (j) Analisa kretif dan sintesa. (k) Penuangan kembali disiplin Ilmu modern ke dalam kerangka Islam. (l) Penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah diislamisasikan.
            Adapun alat-alat bantu yang dapat mempercepat islamisasi pengetahuan diantaranya konfrensi-konfrensi dan seminar-seminar, serta lokakarya-lokakarya untuk pembinaan staf. Sedangkan aturan implementasi islamisasi pengetahuan yang lebih lanjut yaitu adanya honorarium yang setimpal terhadap karya-karya para ilmuwan Muslim sebagai perangsang dan imbalan bagi hasil serta mutu kerja mereka. Kedua, hendaknya hanya ilmuwan yang paling kompeten yang ditugaskan untuk menulis bahan-bahan pengajaran yang direncanakan. Ketiga, adanya pembagian pekerjaan kepada beberapa ilmuwan agar penyelesaian pekerjaan yang sesuai dengan jadwal. Yang terakhir, pembiayaan proses islamisasi pengetahuan ini hendaknya menjadi tanggungjawab semua negara Muslim karena manfaatnya akan dinikmati oleh semua negara muslim.
            Buku ini menyadarkan bahwa problem yang dialami saat ini sangatlah dekat dengan kehidupan kita dan perlu secepatnya ditanggulangi. Konsep yang diberikan sangat bermakna dengan tidak meninggalkan Allah sebagai sumber dan tujuan utamanya.
            Namun demikian, tidak adanya contoh yang diberikan sebagai hasil dari gagasannya sehingga mungkin ada beberapa pembaca yang mengalami kebingungan. Bahasa yang digunakan juga terlalu berbelit-belit, tidak langsung kepada intinya walaupun itu bertujuan agar pembaca bisa lebih memahami akan tetapi hal itu justru membuat beberapa pembaca kebingungan. 
            Buku ini sangat penting bagi tenaga pengajar karena di dalamnya memuat solusi problem dikotomi pendidikan. Sehingga para pengajar perlu mencoba mengaplikasikan gagasan tersebut guna menghasilkan pendidikan yang mengandung nilai-nilai Islam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar