Jumat, 13 Januari 2012

Munasabah Dalam Al Qur'an


            Dalam menafsirkan suatu ayat dalam al Qur’an diperlukan berbagai ilmu yang dapat mendukung atau memudahkan mufasir untuk menafsirkan suatu ayat. Salah satu ilmu tersebut adalah munasabah. Meskipun Nabi dan para sahabat tidak membahas tentang munasabah akan tetapi ilmu tersebut dapat diterapkan saat ini terlebih jika seseorang belum mengetaui sebab turunnya (asbabun nuzul) suatu ayat maka ilmu munasabah ini tentunya bisa memudahkan. Akan tetapi tidak semua ayat mempunyai keterkaitan sehingga bila tidak ditemukan suatu keterkaitan maka hal tersebut tidak bisa dipaksakan karena itu termasuk mengada-ada.
            Ilmu munasabah disini tidak bisa menggantikan ilmu asbabun nuzul karena suatu ayat turun berdasarkan suatu peristiwa atau kejadian maka dalam memaknai atau menafsirkan suatu ayat al Qur’an akan lebih relevan jika seorang mufasir mengetahui sebab turunnya suatu ayat. Dalam hal ini ilmu munasabah merupakan salah satu alternative yang bisa dipilih oleh seorang mufasir ketika hendak menafsirkan suatu ayat. Karena antara ayat yang satu dengan yang lainnya terkadang merupakan penjelas dari ayat lainnya. 

A.     Pengertian Munasabah
Kata munasabah secara etimologi, menurut As-Suyuti berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Sedangkan secara terminologi, ilmu munasabah adalah ilmu yang persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan surat yang lain.[1] Ilmu ini menjelaskan antara beberapa ayat atau surat yang memiliki hubungan sebab akibat, abstrak dan konkrit, umum dan khusus, antara ‘illat dan ma’lulnya, antara rasional dan irrasional atau bahkan antara dua hal yang kontradiksi.[2]
B.     Sejarah Perkembangan Pengetahuan Munasabah
Berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana dalam mushaf utsmani yang tidak sesuai dengan urutan turunnya ayat, melahirkan sebuah ilmu pengetahuan yaitu ilmu munasabah yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antar ayat atau surat. Ilmu munasabah sendiri diperkenalkan oleh imam abu bakar An-Naisaburi.
C.     Cara Mengetahui Munasabah
            Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan mengenai munasabah merupakan ijtihadi karena tidak ditemukan riwayat baik dari Nabi saw. maupun sahabat. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya karena al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwayang ada pada masa itu. Ketika tidak ditemukan munasabah antar suatu ayat maka tidak diboleh memaksakan diri.[3]
            Menurut As-Suyuti ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menentukan munasabah:
1.      Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.      Memerhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.      Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut terdapat hubungan atau tidak.
4.      Dalam mengambil kesimpulan hendaknya memperhatikan ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.[4]
D.    Macam-Macam Munasabah
Berikut adalah beberapa macam munasabah dalam al-Qur’an:[5]
a.       Munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya
Munasabah disini berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat sebelumnya. Sebagai contoh dalam surat Al-Fatihah: 1 berkorelasi dengan surat Al-Baqarah: 152 dan 186.
ßôJysø9$# ¬! Å_Uu šúüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ   
Artinya: “ segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

þÎTrãä.øŒ$$sù öNä.öä.øŒr& (#rãà6ô©$#ur Í< Ÿwur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ  
Artinya: “karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
#sŒÎ)ur y7s9r'y ÏŠ$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=ƒÌs% ( Ü=Å_é& nouqôãyŠ Æí#¤$!$# #sŒÎ) Èb$tãyŠ ( (#qç6ÉftGó¡uŠù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 šcrßä©ötƒ ÇÊÑÏÈ  
Artinya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Pada munasabah jenis ini menjelaskan hubungan khusus surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah merupakan hubungan stilistika kebahasaan sedangkan hubungan umumnya lebih berkaitan dengan isi dan kandungan.
b.      Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol dan itu tercermin pada namanya masing-masing. Seperti surat Al-Baqarah, surat Yusuf, surat An-Naml dan surat Al-Jinn.
øŒÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù'tƒ br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s% $tRäÏ­Gs?r& #Yrâèd ( tA$s% èŒqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ÖÚÍ$sù Ÿwur íõ3Î/ 8b#uqtã šú÷üt/ y7Ï9ºsŒ ( (#qè=yèøù$$sù $tB šcrãtB÷sè? ÇÏÑÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $oYs9 š­/u ûÎiüt6ム$oY©9 $tB $ygçRöqs9 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ âä!#tøÿ|¹ ÓìÏ%$sù $ygçRöq©9 Ý¡s? šúï̍Ï໨Z9$# ÇÏÒÈ   (#qä9$s% äí÷Š$# $uZs9 y7­/u ûÎiüt7ム$uZ©9 $tB }Ïd ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøŠn=tã !$¯RÎ)ur bÎ) uä!$x© ª!$# tbrßtGôgßJs9 ÇÐÉÈ   tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)tƒ $pk¨XÎ) ×ots)t/ žw ×Aqä9sŒ 玍ÏVè? uÚöF{$# Ÿwur Å+ó¡s? y^öptø:$# ×pyJ¯=|¡ãB žw spuÏ© $ygÏù 4 (#qä9$s% z`»t«ø9$# |M÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ 4 $ydqçtr2xsù $tBur (#rߊ%x. šcqè=yèøÿtƒ ÇÐÊÈ  
Artinya: “dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?"Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Mereka menjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)." Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (Q.S. Al-Baqarah: 67-71).
c.       Munasabah antarbagian suatu ayat
Munasabah macam ini adakalanya memakai huruf athof yang biasanya memakai bentuk berlawanan (mutadhodat), misalnya penggunaan dan ﺃﻢ . Sedangkan yang tidak menggunakan huruf athof sandarannya adalah qorinah ma’nawiyah yang dapat mengambil bentuk:[6]
a)      At-Tanzir, yaitu membandingkan dua hal yang sebanding.
šúïÏ%©!$# šcqßJÉ)ムno4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZムÇÌÈ 
 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uyŠ yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇÍÈ  
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” (Q.S. Al-Anfal: 3-4)

b)      Al-Mudhodat, yaitu berlawanan, seperti terlihat dalam surat Al-Hadid: 4

uqèd Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû Ïp­GÅ 5Q$­ƒr& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# 4 ÞOn=÷ètƒ $tB ßkÎ=tƒ Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøƒs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\tƒ z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# $tBur ßlã÷ètƒ $pkŽÏù ( uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÍÈ  
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Antara kata “yaliji” (masuk) dengan kata “yakhruju” (keluar),  serta kata “yanzilu” (turun) dengan kata “ya’ruju” (naik) terdapat korelasi perlawanan.
c)      Al-Istithad, yaitu peralihan pada penjelasan lain, missal Q.S. Al-A’raf:26)
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä ôs% $uZø9tRr& ö/ä3øn=tæ $U$t7Ï9 ͺuqムöNä3Ï?ºuäöqy $W±Íur ( â¨$t7Ï9ur 3uqø)­G9$# y7Ï9ºsŒ ׎öyz 4 šÏ9ºsŒ ô`ÏB ÏM»tƒ#uä «!$# óOßg¯=yès9 tbr㍩.¤tƒ ÇËÏÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.”
Ayat tersebut menjelaskan nikmat Allah SWT., sedang di tengahnya ada kata (3uqø)­G9$#â¨$t7Ï9ur) yang mengalihkan perhatian pada penjelasan ini (pakaian). Dalam hal ini munasabah terlihat antara menutup aurat dengan kata-kata takwa.
d)      At-Takhollus (peralihan), peralihan disini adalah peralihan terus menerus dan tidak kembali lagi pada pembicaraan awal.
d.      Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
Munasabah ini ada yang terlihat jelas dan ada pula yang tidak jelas, yang terlihat jelas biasanya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir (penjelas), itiradh (bantahan), dan tasydid (penegasan). Sedangkan yang tidak jelaas dapat dilihat melalui qara’in ma’nawiyah (hubungan makna) yang terlihat dalam empat pola, yaitu at-tanzir (perbandingan).
e.       Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya
Misalnya alam surat Al-Baqarah ayat 1 sampai ayat 20, Allah SWT. memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran dan fungsi Al-Qur’an bagi orang-orang yang bertakwa. Dalam kelompok ayat berikutnya dibicarakab tiga kelompok mannusia dan sifat mereka yang berbeda-beda, yaitu mukmin, kafir dan munafik.
f.        Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
Munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu, diantaranya adalah untuk menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dalam suatu ayat dan member penjelasan tambahan.
g.       Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
            Contohny terdapat dalam surat Al-Qashas yang bermula dengan menjelaskanperjuangan Nabi Musa dalam berhadapan dengan kekejaman Fir’aun. Atas perintah dan pertolongan Allah SWT., Nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan penuh tekanan. Di akhir surat, Allah SWT. menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad saw. yang mendapat tekanan dari kaumnya dan janji Allah SWT. atas kemenangannya. Kemudian jika di awal surat dikemukakan bahwa Nabi Musa tidak menolong orang kafir. Munasabahnya terletak pada sisi kesamaan kondisi yang dihadapi oleh kedua Nabi tersebut.
h.       Munasabah antar penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya
Misalnya pada permulaan surat Al-Hadid dimulai dengan tasbih yang bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, yaitu Al-Waqiah. Atau pada akhir surat Al-Fatihah dengan awal surat Al-Baqarah.
E.     Urgensi Munasabah dalam Penafsiran Al-Qur’an
Beberapa manfaat mempelajari munasabah antara lain:
1.      Dapat mengembangkan sebagian anggapan orang bahwa tema-tema al Qur’an kehilangan relevansinya antara satu bagian dengan bagian lainnya.
2.      Mengetahui persambungan atau hubungan antara bagian al Qur’an baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat, sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab al Qur’an dan memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatannya.
3.      Mengetahui mutu dan tingkat ke-balagha-an bahasa al Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya serta persesuaian ayat atau surat yang satu dengan yang lain.
4.      Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat al Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.[7]
5.      Berperan menggantikan ilmu asbabun nuzul apabila tidak mengetahui sebab turunnya suatu ayat tetapi mengetahui korelasi ayat dengan ayat yang lain.[8]
6.      Dari sisi balaghah, korelasi ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al Qur’an sehingga apabila dipenggal maka keserasian, kehalusan dan keindahan ayat akan hilang.[9]
F.      Penutup
            Meskipun ilmu munasabah merupakan hasil ijtihadi dan bukan berasal dari Rasulullah secara langsung melalui haditsnya tetapi perlu sekiranya kita tetap menggunakan ilmu munasabah dalam memahami makna yang terkandung dalam suatu ayat al Qur’an. Karena dengan ilmu tersebut tentunya bisa lebih memudahkan untuk memahami ayat al Qur’an. Selain itu terdapat pula urgensi lain yang telah disebutkan di atas.






[1] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hlm. 154.
[2] Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hlm. 154.
[3] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 83..
[4] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 84..
[5] Rosihan Anwar, Ulum Al-Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 84-95.
[6]Abu Anwar, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar  (Pekanbaru: Amzah, 2009), hlm. 70.
[7] Rosihon Anwar, Ulum Al Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 96-97.
[8] Mashfuk Masduki, Pengantar Ulumul Qur’an (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980), hlm. 167.                                        
[9] Muhammad Chirzin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Darma Bakti Prima Yasa, 1998), hlm. 57.